Mobile > News Update | Jum’at, 11 Agustus 2017 | ZA

RSInews – Tak dipungkiri, hingga saat ini keberadaan ponsel Black Market (BM) alias illegal di Indonesia masih marak. Cara mendapatkannya pun tak susah, karena dijual secara terang-terangan, meski banyak yang berlindung di bawah nama “garansi distributor”. Ponsel-ponsel illegal ini banyak dijual di pusat-pusat perdagangan ponsel sampai toko online.

Ponsel illegal sebetulnya tidak hanya merugikan pemerintah dari sisi pemasukkan negara, tapi juga merugikan penggunanya. Tidak sedikit keluhan terkait purna jual, tapi yang paling beresiko adalah soal keamanan data si pengguna. Satu-satunya alasan membeli ponsel illegal tidak lain haya karena harganya yang lebih murah.

Nah, pemerintah sudah berusaha meminimalisir masuknya ponsel illegal. Seperti lewat pembatasan pelabuhan, sampai razia-razia di pusat perdagangan ponsel juga pernah dilakukan. Tapi ini memang tidak efektif. Kenyataannya, masih ada sekitar 20% ponsel illegal yang beredar di Indonesia. Pemerintah pun harus mengaalami kerugian hingga triliunan rupiah.

Dari 60 juta unit ponsel 4G yang beredar, 20% diantaranya merupakan ponsel gelap. “Coba hitung saja, 20% dari 60 juta kan 12 juta. Kalau satu ponsel misalnya seharga USD $100 (sekitar Rp1.3 juta), negara kita rugi berapa? Minimal triliunan rupiah setiap tahunnya,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto kepada media, Kamis 10 Agustus 2017.

Langkah terbaru pemerintah dalam mengatasi peredaran ponsel illegal di Indonesia adalah dengan menerapkan sistem pemblokiran IMEI. IMEI adalah nomor identitas perangkat yang mirip dengan nomor rangka atau nomor mesin pada kendaraan bermotor.

Sistem pemblokiran IMEI ini disebut Device Identification, Regulation and Blocking System (DIRBS). Saat ini Kemenperin sendiri sudah mendata sekitar 500 juta IMEI yang ada di Indonesia. Jumlah tersebut kemudian akan disaring lagi apakah semuanya aktif atau terduplikasi. Ini dilakukan dengan menggandeng operator serta Kominfo.

Usaha pemerintah ini didukung oleh Qualcomm yang ditandai dengan kerjasama antara Kemenperin dan perusahaan chip asal AS itu pada Kamis 10 Agustus.

DIRBS memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi, mendaftarkan, dan mengontrol akses jaringan seluler melalui IMEI. Ini merupakan inisiatif terdepan yang menargetkan ponsel illegal tanpa mempengaruhi ponsel yang telah menggunakan jaringan operator saat ini dan yang ada di pasaran.

Sistem ini dapat memverifikasi nomor IMEI ponsel yang menggunakan jaringan dari operator mengacu pada database yang dimiliki oleh Kemenperin dan GSMA untuk memastikan keabsahan IMEI. Selain itu, DIRBS juga memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi kose IMEI yang diduplikasi dari ponsel lama.

Lalu kapan sistem ini diterapkan? Menurut Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan, enam bulan kedepan akan ada update lebih lanjut. Dia juga menjalaskan bahwa sistem ini akan ditargetkan untuk ponsel-ponsel mendatang. “Jadi, sistem ini ditargetkan untuk ponsel-ponsel mendatang, kita gak ganggu ponsel-ponsel yang ada sekarang,” kata I Gede Putu Suryawirawan.

Kami menduga sistem ini akan efektif diterapkan tahun depan. Dan pemerintah tentu akan melakukan sosialisasi terhadap semua pemangku kepentingan. Jika sistem ini diterapkan, maka ponsel-ponsel BM yang nekad diedarkan di Indonesia, tidak akan bisa digunakan. Sebab, operator hanya akan melayani perangkat yang telah disertifikasi dan diidentifikasi melalui IMEI. [RSI]

Via: TabloidPulsa